Review Film Marriage Story (2019)
Ahoy!
Long time no write. Hahaha.
Jadi, sedikit curhat nih, laptop asus pink gue mati total. Pas gue
service, si mas nya bilang motherboard nya udah kena, ya wassalam deh. Gue
ikhlaskan. Maklum aja, usianya udah menginjak usia 4 tahun lebih cuy. Katanya
kalo segitu udah termasuk udzur untuk usia laptop. Padahal, walaupun baterai
emang udah bocor, tapi laptop gue sama sekali kagak lemot, masih smooth banget.
Mana gue baru beli charger ori dari asus centre nya lagi. Tapi sekali lagi
yaudah. Sekarang mah, gue gamau di bawa pusing soal barang rusak dan ilang,
walau sedih, tapi ya ga dibawa larut.
So, kalau kalian mau bantu gue update di blog, soal cerita, review
atau traveling, please bantu gue dengan cara beli barang dagangan gue di link
yang udah gue kasih ini ya. Yuk, sobat-sobat tajir, buruan beli! ๐ https://shopee.co.id/diniastrianism?smtt=0.0.9
Next, soal film Marriage Story ini, gue dapet infonya dari twitter dan
beberapa review kritikus film yang udah preview film ini. Gue tertarik banget
nih. Kan temen-temen gue udah pada nikah
kan ye, dan gue pun masih dealing dengan keraguan gue soal pernikahan wkwkwk, makanya,
gue menantikan film ini.
SINOPSIS
Sepasang suami istri bernama Charlie (Adam Driver) dan Nicole
(Scarlett Johansson) terlihat sebagai pasangan suami istri yang sempurna,
tidak hanya bagi orang-orang disekitarnya, tapi baik Charlie dan Nicole pun
masing-masing saling mengagumi satu sama lain.
Charlie bekerja sebagai seorang sutradara di klub teater yang
dimilikinya. Sedangkan Nicole dulunya adalah seorang aktris serial tv, dan
setelah menikah dengan Charlie, Nicole pun menjadi aktri dan bekerja di teater milik suaminya. Bisa dilihat ya, dari pekerjaan mereka aja masih satu lingkup
dan cocok banget. Itulah yang membuat mereka terlihat seperti pasangan yang
sempurna.
Namun, suatu ketika, mereka dihadapkan pada situasi yang berujung
dengan perpisahan. Mereka pun mulai hidup secara terpisah. Nicole sendiri
memilih untuk tinggal di LA bersama anak dan ibunya, dikarenakan ia memutuskan
untuk melanjutkan karirnya sebagai aktris di tv. LA sendiri tempat dimana
keluarga Nicole tinggal. Dan Charlie sedang sibuk mempersiapkan pertunjukan
teaternya, menetap di New York.
Nah proses perpisahan ini lah yang menjadi konflik dan cerita utama
dalam film ini yang seru utk diikuti. Di mana mereka mulai terbuka atas keresahan peran mereka
masing-masing dalam rumah tangga, ekpektasi mereka dan juga soal anak semata
wayang mereka, Henry.
REVIEW
SPOILER ALERT!
Gue suka banget dengan opening film Marriage Story, di mana penonton
diperlihatkan “hal manis” terlebih dahulu tentang konsep pasangan yang
sempurna, pernikahan yang ideal, dan beberapa menit kemudian langsung
JEDEERRRR,
“loh loh loh, kok jadi gini?
Kenapa mau pisah???” pertanyaan itu pasti ada dibenak penonton.
Kenapa gue suka, karena ini bagus banget sih, seperti mematahkan
“imajinasi” orang-orang naif, tentang “indahnya pernikahan”, yang dipikirnya
bakal happily ever after setelah akad gitu. Wkwkwk.
Kok kesannya lo skeptis soal
pernikahan?
Loh engga, justru konflik film ini menurut gue amat mewakili
problematika di kehidupan nyata pernikahan. Kadang orang emang lebih seneng di
“sugar coating”, dibanding mencoba melihat realita dan menghadapinya.
Lanjut ya, karena Charlie dan Nicole satu lingkungan kerja, otomatis
keretakan dalam hubungan mereka diketahui oleh rekan-rekan kerja mereka yang
sekaligus teman mereka. Nah, Marriage Story ini juga memperlihatkan bagaimana
reaksi orang sekitar mereka, dan relatable dengan reaksi orang-orang di dunia
nyata.
Sebelum ke proses pecereraian, mereka terlebih dahulu mengunjungi
counselor, gue gatau nih counselor ini sejenis psikolog pernikahan ataukah
orang yang ahli/penasihat dalam masalah pernikahan. Intinya sih, ada kesadaran
dari keduanya untuk mau berdiskusi, sebelum mengambil langkah cerai di
pengadilan, which is good. Sang counselor inilah dibalik terciptanya narasi
manis di opening film.
Si counselor ini menyuruh Charlie dan Nicole untuk menulis surat
tentang kebaikan dari pasangan mereka. Dengan niat agar mereka berdua kembali
mengingat kebaikan pasangan mereka masing-masing, hal-hal indah yang menjadi
alasan mereka menikah.
Tapi saat mereka disuruh untuk membacakan surat yang mereka tulis
masing-masing, Nicole menolaknya. Sepertinya Nicole menolak being emotional,
dimana dia tau dia bakal mewek baca tulisannya sendiri tentang suaminya. Gue
rasa dia takut itu akan mempengaruhi keputusannya untuk bercerai dengan
suaminya. So, sesi counseling itu gagal.
Selain itu, ada sedikit pertentang juga dari ibu Nicole, yang merasa
sepertinya Nicole dan Richie ga seharusnya berpisah. Dan yah, seperti biasa,
saat orang lagi curhat, eh orang lain ga jarang malah membandingkan masalah org
yg curhat dengan org yang dicurhatin. Di sini si Nicole sempet kecewa, karena
terlihat ibunya sendiri membandingkan masalah Nicole dengan permasalah
rumah tangganya. Di sisi lain ibunya Nicole terlihat lebih taking side ke Charlie
ketimbang Nicole yang anaknya sendiri.
Seringkan mengalami atau melihat fenomena itu?
Ketika curhat, permasalahan kita dibanding-bandingkan, bahwa masalah
kita ga seberapa, bahwa perasaan dan emosi yang kita alami disepelekan. It’s
really bad feeling. Sakit banget digituin.
Akhirnya si Nicole yang awalnya ingin berpisah tanpa embel-embel
pengacara, jadi malah memutuskan untuk menggunakan pengacara. Di sinilah
konflik utama dimulai.
Gue baru tau loh, ngurus perceraian di Amerika ribet banget. Gue liat
orang-orang di Indo, I mean artis-artis di tv sering banget kawin-cerai, they
portrait it was just like a piece of cake. Ternyata ribet aslinya. Gue gatau
sih apakah proses cerai di Indo lebih mendingan dibanding di Amerika, ataukah
mungkin sama. Tapi di film Marriage Story ini, di Amerika, untuk mendapatkan
kepastian secara hukum dan materi, orang-orang bakal menyewa pengacara utk
menangani kasus perceraian. Apalagi untuk suami istri yang bekerja dan punya
harta berlebih, alias orkay. Dan biaya untuk mengurusi perceraian ini ga main-main bo, mehong benerrr.
Di film ini diceritakan, perceraian diurus dimana lo mendaftarkan
perceraian, ga mesti di kota tempat lo melaksanakan pernikahan. Karena Nicole
sedang bekerja dan tinggal di LA, dia pun mendaftarkan gugatan cerainya di LA.
Itu membuat si Charlie musti bolak balik New York – LA untuk perceraiannya.
Otomatis Charlie pun harus mencari pengacara di LA juga, untuk merespon surat
gugatan dari Nicole.
Nah ini cuy, pergulatan dalam perceraian dengan pengacara ini sungguh
ngeri ya ternyata. Kalo gue ga salah mengutip nih,
“Untuk kasus kriminal,
pengacara di-hire untuk mencari sisi-sisi terbaik si penjahat sekecil apapun
untuk menang, beda dengan pengacara untuk perceraian, mereka harus mencari
kesalahan lawannya untuk menang.”
Si Charlie dituntut untuk mencari kesalahan Nicole oleh pengacara yang
pertama kali ia temui. Si pengacara pun mulai memikirikan kemungkinan terburuk
yang akan dituntut Nicole dalam gugatannya, dan tentu saja saat itu si Charlie
yakin istrinya ga mungkin akan sekejam itu. Dan dia ga mau ngejelek-jelekin istrinya.
So, dia cari pengacara lain.
Tapi ternyata ketika persoalan udah masuk meja pengadilan membuat
siapa saja berubah. Charlie sadar, bahwa dirinya ada diposisi yang tidak
menguntungkan dan bakal kehilangan hak asuh anak. Itu lah yang membuat Charlie
memilih pengacara “sangar” yg pertama ia temui untuk melawan
pengacara istrinya yang sudah terkenal ahli dalam memenangkan kasus gugatan
cerai. Dan demi memenangkan hak asuh anak.
Oh ya, pas si Henry lagi sama Charlie, Nicole tiba-tiba telpon utk minta bantuan nutup pager rumahnya yg otomatis, soalnya lingkungan rumah Nicole lagi kena pemadaman listrik. So, akhirnya Charlie datang ke rumah Nicole utk bantu nutup pintu pagar. Nah ini nih. Scene saat Nicole dan Charlie lagi dorong bareng-bareng pintu pagernya sambil saling menatap, seakan merefleksikan hidup mereka sekarang udah beneran terpisah. Udah dinding yg membatasi. Cakep bgt dah.
Cuy, scene di pengadilan ini amat sangat ga ngenakin. Mereka berdua
sadar, saling menjelekkan which is bukan hal yang mereka banget, tapi mereka lakuin ini
karena ada ketakutan dalam batin mereka bahwa mereka akan hancur total, dan
satunya-satunya kepingan yang bisa mereka jaga utuh itu ya anaknya. Mereka
gagal sebagai suami-istri, tapi mereka ga ingin gagal sebagai ibu dan ayah bagi
anaknya, Henry.
Scene terintense lainnya, adalah saat mereka berdua mencoba berdiskusi
setelah sidang pertama perceraian. Jadi tuh, karena siding kemaren kedua
pengacara mereka gontok-gontakan, hakim memutuskan untuk menunju seorang ahli
yang akan menilai hubungan mereka masing-masing dengan anaknya. Hasil penilaian
tersebut akan berujung pada putusan hak asuh anak.
Ya saat berdiskusi empat mata inilah, Nicole dan Charlie berdebat
hebat. Serius dah itu adu mulutnya bener-bener ngegas, sedih dan nyeri hate
cuy. Gue rasa kalian yang pernah melihat orang tua kalian berdebat, pasti akan
ngerti. Walau mungkin ga sekeras ini. Atau mungkin kalian mengalami yang lebih
parah? Well, gue harap kalian baik-baik aja. Untuk beberapa scene, gue agak ke
trigger sih inget memori yg tidak menyenangkan dari masa lalu.
Masing-masing dari Nicole dan Charlie tanpa sadar, karena emosi
banget, mereka mengeluarkan segala perasaan mereka. Baik itu amarah, rasa
kecewa, kesal, sedih, keputusasaan mereka, juga tentang impian mereka. Kalian harus tonton sih, biar dapat feel dan memahami konflik batin diantara mereka berdua.
Di sini mereka berdua sama-sama punya kesalahan. But I’m sorry, I’m
little bit taking on her side. Karena salah satu alasan perpisahan mereka adalah si Charlie selingkuh dan pernah tidur bareng dengan salah satu rekan kerja mereka di teater. Itu aja udah nyakitin, ditambah lagi, Charlie melupakan sisi lain dari Nicole selain perannya sebagai ibu dan istri.
Nyadar ga sih, dengan masuknya kita di kehidupan baru, kita seperti punya peran tambahan. Dan kadang orang jadi melupakan siapa diri kita sebenernya. Dan akhirnya, ketika kita membicarakan keresahan personal kita yg terdalam, misalnya soal impian, orang lain menanggapinya malah dengan menyepelekan kita. Itu juga salah satu konflik yang dialami oleh Nicole.
Hal terberat dalam perceraian ga hanya dialami oleh orgtua tp juga anak. Lo bisa liat dimana si Henry capek banget harus dioper sana sini utk take time main ama Charlie dan Nicole masing-masing. Misal abis main seharian sama ibunya, malemnya Henry disuruh main sama ayahnya, dan harus. Ini juga ego orangtua yg merasa harus dapat "jatah waktu" untuk main ama anaknya tanpa mikirin perasaan si anak. Hal ini membuat Charlie terlihat egois sih menurut gue, ga mikirin anaknya cape atau gimana gitu.
Oke, terakhir nih. Scene yang mengena buat gue adalah saat Nicole dan Charlie sudah dealing with their divorce. Charlie datang ke rumahnya Nicole, dan mendapati anaknya, Henry, sedang membaca surat. Ternyata surat itu adalah surat yang ditulis oleh Nicole saat sesi konseling dahulu. Iya, surat yang menceritakan sisi terbaik Charlie dari sudut pandang Nicole. Wah anjirlah jiwa-jiwa ambyar gue gakuat ketika denger Chalie baca surat itu.
Eh ada satu lagiiii.
My favorite scene is ketika Charlie nyanyi di cafe, lagu yg menggambarkan kesedihannya. Dalemmmmm pisan. Gimana seseorang yg kita cintai, yg kita kenal kenal banget bisa aja berubah dan ninggalin kita. Aaaaaagggh ๐ญ
***
So, berapa nilai yang gue berikan untuk film Marriage Story ini dari 1 sampai 10?
8/10
Gue suka banget. Secara personal, gue merasa film Marriage Story ini relatable dengan konflik yang terjadi diluar sana. Bahwa ini loh fakta yg dialami oleh pasangan diluar sana. Bahwa you have to prepare for the worst thing. Bahwa perpisahan itu entah casenya kecil atau besar tetep aja adalah hal yg berat utk dilalukan dan dilalui. Dan tentu saja menyakitkan.
Ga ada kebenaran dan kesalahan mutlak disatu sisi. Dua org manusia ini akan terus sama-sama belajar. The learning is still going on for the rest of our life.
tonton deh ya, bisa di netflix atau di website streaming lainnya.
Semoga review gue berguna ya. selamat mononton
see ya :)
Komentar
Posting Komentar