Review Film: Little Women (2019)




Ahoy!

Tidak salah nih feeling gue, bahwa Little Woman ini film bagus dan masuk dalam jajaran film favorit gue. Entah kenapa ini film tuh bener-bener merefleksikan and describing really well tentang apa yang sedang gue rasakan dan gue alami. Gue suka banget! Apalagi film ini dibintangi oleh aktris dan actor yang bukan main kerennya ๐Ÿ‘

Yuk langsung kita mulai dengan gue ceritakan dulu sinopsis dari film ini.

Hasil gambar untuk little women

SINOPSIS
Film Little Woman mengisahkan sebuah keluarga yang memiliki 4 orang anak perempuan, yang jarak usianya tidak begitu jauh. Mereka tinggal bersama ibunya dan seorang pengasuh. Ayah mereka sedang ada di New York dalam rangka membantu pasukan perang. Jadi emang film ini settingnya di masa amerika masih perang gitu, sekitar tahun 1800-an. Keluarga ini seperti keluarga sederhana pada umumnya. Namun suasana yang ada di dalam keluarga ini sangat hangat. Walaupun saat itu mereka bisa dibilang dalam keadaan ekonomi yang sulit (karena perang), tapi ibu mereka selalu mengajarkan untuk membantu orang-orang yang susah.

Seperti biasa yah yang namanya kakak-adik pasti suka berantem, apalagi karakter tiap anak di sini sangat berbeda satu sama lain. Walau begitu sisterhood yang ditampilkan di film Little Woman sangat kuat. Anak pertama Meg March, diperankan oleh Emma Watson. Anak kedua bernama Jo March diperankan oleh Saoirse Ronan, Anak ketiga Amy March diperankan oleh Florence Pugh (iya yang main di Midsommar), dan sibungsu, Beth March, diperankan oleh Eliza Scanlen.

Sepertinya darah seni memang mengalir di keluarga March ini. Terbukti keempat anak memiliki bakat luar biasa yang berbeda masing-masing. Meg, si anak sulung yang cantik ini, memiliki bakat acting. Hal ini digambarkan dari percakapan Jo dan Meg, dimana Jo selalu mensupport dan mendorong Meg untuk bisa beakting dipanggung teater. Walaupun alasan lain dibalik itu adalah Jo tidak ingin kakaknya buru-buru menikah dan pergi meninggalkannya. Anak kedua, Jo, dia bercita-cita ingin menjadi penulis. Berkali-kali dia mengirimkan tulisan cerita pendeknya ke surat kabar untuk dipublis, walaupun sering pula mendapat penolakan karena tokoh perempuan dalam cerpen tidak seperti “standar perempuan” di jamannya itu.

Lalu ada Amy, dia pandai sekali melukis. Ia pun mendapat kesempatan untuk ikut dengan salah satu bibinya ke Eropa untuk mengasah kemampuan melukisnya. Sedangkan anak terakhir, Beth, walaupun dalam film ini dia dikisahkan lemah karena menderita suatu penyakit, tapi dia memiliki bakat bermain piano yang sungguh indah.

Semua hal berjalan indah, hingga suatu ketika, keluarga March menghadapi kenyataan bahwa mereka kesulitan ekonomi. Ayah mereka jauh, dan sedang menjadi salah relawan dalam perang. Mereka pun sadar tidak bisa bergantung dengan ayahnya. Dititik inilah keempat saudari ini belajar menghadapi “growing up being an adult”. Cerita inilah yang menarik untuk diikuti, selain itu kisah cinta masing-masing sister ini juga menarik buat aku.
So, langsung ke review nya ya

SPOILER ALERT !!!

REVIEW
Dalam film ini, sepertinya memang mengambil titik pointnya di karakter Jo. Karena menurut pendapat gue, karakter Jo inilah yang menggiring cerita dari satu tokoh ke tokoh lainnya. 

Gue bisa relate sekali dengan karakter Jo. Karakter Jo ini sangat berapi-api. She's really craving her passion. Tapi bukan berarti yang lainnya tidak berjuang untuk passion mereka. Tapi Jo ini sangat vokal sekali.

Di tengah proses meraih impian masing-masing, keempat perempuan ini dihadapkan pada kenyataan, bahwa mereka tidak selamanya menjadi anak perempuan, mereka akan dewasa. Di saat itu mereka dihadapkan pula dengan realita vs impian. Realitanya adalah kondisi ekonomi mereka sedang terpuruk, sedangkan ayah mereka berada jauh dari rumah. Pada jaman itu, pernikahan adalah salah satu jalan dalam mendongkrak perekonomian (well it's still happen now). Bahwa pencapaian tertinggi seorang wanita adalah bila ia bisa menikahi pria bangsawan or at least kaya.

Meg menyadari hal ini akhirnya mengorbankan impian menjalani akting. Sebagai anak pertama, Meg sadar langkah tercepat untuk mengurangi beban keluarganya adalah dengan menikah. And oh my god, it hits me really hard. Jo yang idealis, merasa tidak suka dengan keputusan yang diambil Meg. Dia merasa menikah hanya akan mengubur bakat besar Meg, Dia tidak ingin sang kakak mengorbankan impiannya. Makanya dia berusaha merusak acara "pesta cari jodoh" yang didatangi kakaknya. Men, pas adega pesta ini, gue suka banget ama gaun-gaunnya. Si Emma Watson makin tambah cantik aja. Pusiiiing jadinya. Di scene ini pula lah terlihat usaha PDKT si Laurie Lawrence (Timothee Chalamet) ke Jo. Tapi si Jo nya ini emang dasarnya ga peka atau malah ke pura-pura gatau aja, jadinya weh nganggap si Laurie kek temen mainnya. Oh ya btw, Laurie ini tetangga Jo, dia ini berasal dari keluarga kaya atau bangsawan gitu. Rumahnya ga terlalu jauh dari rumah Jo.

Interaksi Jo dengan Laurie ini sebenernya so sweet banget, tapi seperti yang kalian tebak, ujungnya ini adalah friendzone bagi Laurie.

Ketika gue melihat Jo, gue seperti melihat sebagian sisi diri gue sendiri. Bagaimana Jo tidak siap dan tidak mau untuk jadi orang dewasa. Dia ingin tetap bisa bermain dengan saudari-saudarinya selalu. Like just girls having fun, no boys, no love that will ruin your life, semacam itulah pikiran Jo.

Makanya ketika si Laurie nyatain perasaannya ke Jo, Jo langsung kayak agak kesal. Dia mikir, kenapa sih segalanya harus berujung romantis. Kenapa ga bisa biasa aja, kenapa kita ga bisa temenan aja. Jatuh cinta dan menikah bukan hal yang menyenangkan di pikiran Jo. Dia ingin terus begini aja, dia ga ingin dewasa. Memusingkan pikir Jo. Toh selama ini mereka happy walaupun dengan keadaan seperti ini. Dan sudah pasti ketika penolakan dari Jo membuat Laurie patah hati banget. Sampai-sampai Laurie memutuskan untuk hijrah ke Eropa.

Selain itu, gue suka film ini juga menggambarkan bagaimana tiap karakter berkembang dan menemukan jalannya masing-masing dalam menghadapi masalah.

Scene tersedih menurut gue adalah ketika, Jo sadar kalau ternyata ia juga suka sama Laurie. Tapi disaat bersamaan Laurie udah berpaling hati pada orang yang tidak disangka-sangka. Wah itu nyesek sih. Lalu di waktu yang tidak begitu lama Jo harus mengalami kesedihan lainnya, saat adiknya, Beth, harus kalah melawan penyakitnya. Disitu Jo mengalami pukulan terhebat. Tapi kerennya, di moment itu pulalah, Jo bangkit, untuk melanjutkan impian besarnya sebagai penulis. Segala perasaan dan emosi ia curahkan lewat tulisan yang ia buat. Sampai pada titik ia berhasil mewujudkan impiannya.


***

Sebenernya masih banyak yang pengen gue bahas. Karena gue merasa terwakili oleh masing-masing karakter para sister yang ada di sini.

tapi gue lagi ga bisa nulis panjang-panjang. laptop gue rusak cuy. ini gue numpang di laptop orang lain nulisnya. sedih amat yak. gue lagi ngumpulin duit buat beli yang bagusan. kalo kalian mau bantuin gue untuk tetep update review baik film atau drama korea, silakan beli dagangan gue yang ada di IG @dinidina.craft .
so nilai film Little Woman ini berapa?
4.8/5

oke, segitu dulu yah. see ya :)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Review Drama Korea The Fiery Priest: Paket komplit action, drama dan komedi

Review Drama Korea: Go Back Couple (2017)

Review Netflix Series: “Kingdom” season 1 (2019)