Rekomendasi Film #001: The Help (2011)
Ahoy!
Kita libur dulu ya dari review drama
korea. Soalnya banyak film bagus yang udah gue tonton dan sayang banget kalo
gue simpen sendiri ceritanya. Siapa tau ada yang lagi butuh rekomendasi film
bagus, khususnya film barat, gue akan coba kasih review nya nih.
Sutradara :
Tate Taylor
Berdasarkan : novel The Help karya Kathryin Stockett
Produser : Chris Columbus,
Michael Barnathan, Brunson Green
Pemeran :
Viola Davis, Emma Stone, Octavia Spencer, Jessica Chastain, Bryce Dallas
Howard, Allison Janney
Sinematografi :
Stephen Goldblatt
Produksi :
Toucstone Pictures, DreamWorks Pictures
Durasi :
146 menit
Asal Negara :
US
Gue
udah lupa berapa kali gue ngulang nonton film ini. Tapi rasanya gue ga pernah
bosen dan tetap aja berasa emosinya. Gue tetep mewek lihat scene-scene yang
bikin hati nelongso dan sakit. Begitu banyak hal yang berkesan dan value yang
bisa kita ambil dari film ini.
SPOILER ALERT!!!
SINOPSIS
Film
ini menceritakan tentang kehidupan pembantu rumah tangga di wilayah Jackson.
Kisah dimulai dari Aibileen Clark yang biasa dipanggil Aibee (diperankan oleh
Viola Davis), seorang kulit hitam (afro) yang yang bekerja sebagai pembantu
rumah tangga bagi keluarga kulit putih. Pekerjaan utama dia sebenernya sebagai
nanny (pengasuh anak). Sudah 17 anak kulit putih yang pernah dia asuh. Tapi
faktanya, pekerjaan rumah pun dia kerjakan juga, seperti bebersih, masak,
mencuci, menyetrika dll.
Diceritakan Aibee ini bekerja untuk mengasuh seorang
anak perempuan, Mae Mobley, dari keluarga Leeflot. Sebenernya adem-adem aja nih
hubungan kerja antara Aibee dan Mrs. Leeflot. Tapi sejak Mrs. Leeflot gabung
dengan geng, yang dipimpin oleh Ms. Hilly, masalah pun mulai muncul.
Dia ini ketua perkumpulan ibu-ibu muda sosialita yang
ga jelas kerjaannya. Ms. Hilly ini yang juga sudah berkeluarga ini tinggal
bersama ibunya, Mrs. Walters. Mereka punya pembantu bernama Minny. Yah jadi
emang pada masa itu, rata-rata perempuan kulit hitam ini bekerja sebagai maid
alias pembantu. Karena orang-orang afro ini rata-rata kondisi ekonominya
menengah ke bawah, atau mostly,
kekurangan.
Setting film ini mengambil latar waktu tahun 60’an
dimana isu apertheid, diskriminasi kulit hitam, sedang panas di amerika. Jaman
itu orang yang berkulit hitam (afro) disebut colored. Gue geli (menjurus ke kesel) dengan istilah ini. Ms. Hilly
mengajukan sebuah peraturan kepada pemerintah setempat, untuk membedakan toilet
untuk kulit putih dan toilet untuk pembantu mereka yang berkulit hitam. Fiuuuh,
sampe sini aja gue udah ngerasa jijik sama Ms. Hilly. Tenang gengs, masih ada
hal yang lebih ngeselin dari doi.
Intinya sejak “proposal” nya Ms. Hilly di approved
oleh pemerintah setempat, mulai muncul konflik-konflik dalam film ini.
Si Minny yang bekerja untuk Ms. Hilly juga dibuatkan
toilet terpisah, letaknya diluar rumah. Nah waktu itu si Minny lagi kebelet banget
pengen pipis, tapi diluar lagi hujan badai. Ya gimana coba mau keluar, belum
nyampe toilet aja mungkin si Minny udah ngompol kali. Ms. Hilly udah melarang,
ga boleh make toilet mereka di rumah. Tapi saking kebeletnya, Minny diem-diem
masuk ke toilet rumah. Dan Ms. Hilly yang curiga, ngikutin Minny dan ketauan si
Minny masuk ke toilet milik Ms. Hilly. Yaudah deh si Ms. Hilly teriak-teriak
dari luar toilet. Yang kocaknya, si Minny ini belum sempet pipis. Tapi doi
sengaja ngeflush closet toilet, biar seakan-akan dia udah make tuh closetnya.
Hahahaha. Semakin ngamuknya lah Ms. Hilly. Gara-gara itulah si Minny dipecat.
Kejadian serupa di alami oleh Aibileen. Ms. Hilly ini
manasin-manasin si Mrs. Leeflot untuk bikin toilet pembantu diluar rumah
mereka. Dengan alas an toilet yang sharing dengan orang kulit hitam itu
joroklah, bisa jadi sarang penularan penyakitlah, dsb.. kesel ga sih dengernya.
Namun ditengah geng para ibu-ibu sosialitas kulit
putih tersebut, ada seorang wanita muda yang beda sendiri pemikirannya. Dia
adalah Eugenia Phelan Skeeter. Jadi kan jaman itu temen-temen seusia Skeeter,
25 tahun, udah pada menikah kan, tinggal Skeeter doang yang masih single. Dia
ini berpikiran kritis, mandiri, dan berpikiran terbuka disbanding dengan
geng-gongnya yang tolol itu. Sebenernya, si Skeeter diundang main kartu
(bridge) bareng Hilly, karena si Hilly ini manfaatin Skeeter untuk ngepublish
“proposal toilet” itu ke koran, tempat Skeeter bekerja. Selain itu, mereka itu
temen seumuran. Pasti ada ajalah ya, orang toxic macam Hilly di circle
pertemanan.
Skeeter ini bekerja sebagai columnist, mengisi kolom
Myrna, yaitu rubik tentang rumah tangga. Jadi kayak semacam life-hack tentang
problem mengurus rumah tangga gitu, kek bebersih, memasak, dll. Sebenernya dia
pengen jadi penulis. Karena itulah Skeeter butuh bantuan Aibeleen untuk mengisi
kolom Myrna, kan si Skeeter bukan buibu rumah tangga. Nah dari sinilah si
Skeeter jadi tau seluk beluk kehidupan orang kulit hitam sebagai asisten rumah
tangga. Banyak hal-hal pahit yang ga di duga Skeeter.
Akhirnya si Skeeter ini punya ide untuk membuat
tulisan dari cerita para ART ini kedalam sebuah novel. Karena Skeeter ingin
orang-orang tahu dan sadar tentang racism ini. Yang tadinya respondenya hanya
si Aibee dan Minny, akhirnya banyak ART lain yang berani bersuara dan membantu
Skeeter.
REVIEW
HAL MENARIK DARI FILM INI
- Cerita tentang diskriminatif rasisme di film ini sangat menarik dan mudah menyentuh. Gue pribadi terbawa emosi, kesel, sedih dan sakit hati. Ga kebayang sih kalau gue hidup di jaman itu dan menjadi Aibileen misalnya. Faktanya adalah para ART ini adalah orang-orang yang sangat berjasa karena mengasuh anak-anak orang kulit putih, meanwhile sang ibu malah asik-asikan main kartu sambil bergosip dibandingkan ngurus anak mereka. Men, lo afro aja udah dianggap sebagai warga kelas 2, ditambah lagi lo wanita afro, itu derajatnya seakan-akan kek rendah banget. Isu ini yang diangkat dalam film ini pun jadi mudah dinarasikan dan penonton pun bisa relate jadinya. Penceritaan kisah pun tidak menitik beratkan pada isu apertheid yang serius aja, tapi juga diselingi humor. Menambah menarik film ini.
- Scene favorite gue adalah saat Minny mengunjungi kembali kediaman Ms. Hilly sambil membawa pie, dengan maksud meminta maaf dan agar kembali dipekerjakan sebagai ART. Awalnya si Minny pengen ngomong baik-baik tuh, sambil nawarin pie buatan dia. Karena si Minny ini jago banget masak, dan dia tauh Ms. Hilly suka banget ama pie buatannya. Ms. Hilly makan tuh pie nya. Tapi ternyata Ms. Hilly ini emang manusia songong yang suka bikin orang naik darah, dia memperbolehkan Minny bekerja kembali tapi sambil kek menghina gitu loh. Jadilah si Minny naik darah. Lalu munculah kalimat terfavorite gue dari film ini; “eat my shit!”. Itu diucapkan Minny saat marah mendengar hinaan Ms. Hilly.
Rasain lu, makan tokai! wkwkwk |
- Gue suka dengan karakter Skeeter yang menggambarkan sebagai perempuan yang independen dan cerdas. Ditengah standar sosial saat itu yang menggambarkan perempuan seusianya sudah menikah, punya anak dan mengurus rumah, Skeeter tidak takut menjadi berbeda. Dia tidak takut berpegang dengan prinsip dan value nya sendiri. Dia tetap memperjuangkan mimpinya sebagai penulis, dan juga sensitive terhadap fenomena sosial disekitarnya. Dia tidak takut untuk ikut menyuarakan ketidakadilan yang ia ketahui. She’s great!
- Color grading, costum, latar dan hal-hal lainnya bagus banget menurut gue. Mendukung film ini jadi semakin keren. Gue pun suka banget dengan fashion klasik ala-ala tahun jabot ini.
Menonton film ini membuat gue sadar akan tindakan
diskriminatif itu real dan sangat menyakitkan. Kita juga bisa berkaca dengan
isu rasial yang terjadi di Indonesia. Di mana orang-orang mulai “berani”
mengkotak golongan mereka sendiri. “Gue pribumi, lo cina”. “Gue jawa, lo orang
seberang.”. “Gue muslim, lo kafir”.
Gue ga abis pikir dengan kalimat tersebut yang beneran
keluar dari mulut seseorang. Apasih tendesi mereka? Tanpa mereka ucapkan pun, kita semua sadar, kita ini berbeda. Apa
yang perlu dipertegas dari kenyataan “berbeda” coba?
Gue jadi sadar juga, tanpa kita ngomongin soal ras
pun, kadang kita tanpa sadar udah melakukan hal yang diskriminatif. Soal warna
kulit misalnya. Hitam itu jelek, dekil, miskin, terbelakang, dsb. Rambut
keriting itu ga menarik, ga cantik. Atau melihat berdasarkan status sosialnya
saja, si kaya, si miskin.
Hal ini jadi mendorong gue untuk mawas diri, untuk ga
berpikiran sempit, untuk ga picik menilai orang, untuk lebih bijak dalam
berpikir, dan hati-hati dalam bertindak maupun berucap.
Hal itu pula lah value yang diambil dari nonton film
ini. Banyak banget sih hal-hal baik yang bisa kita pelajari dari film ini.
Pokoknya ini film bagus banget. Gue suka banget ceritanya. Gue tonton ulang
terus menerus. Setidaknya bagi gue film ini tuh jadi reminder buat gue biar ga
bersikap bodo amat banget. Agar gue ga ignorant.
Berikut salah satu favorite quote dari film ini,
menurut gue:
ini yang selalu Aibileen ucapkan ke anak asuhnya. So powerful mantra! |
Akhir kata, semoga temen-temen terbantu dengan
rekomendasi film dari gue. Semoga temen-temen suka juga. See you di review dan
rekomendasi film selanjutnya! ^^
Komentar
Posting Komentar